
Ketika Soekarno membubarkan konstituante yang dipilih rakyat dan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli1959, Hatta melihat Demokrasi sampai pada tahap yang membahayakan. Konstituante di bubarkan Soekarno sebelum tugasnya menyusun Undang-Undang Dasar rampung.Dekrit Presiden itu akan memberlakukan kembali UUD 1945. Hatta melihat hal itu dengan prihatin dan menganggap telah terjadi krisis Demokrasi. Bung Hatta kemudian menulis buku
Demokrasi kita tahun 1960 dan dimuat di majalah
Panji Masyarakat yang dipimpin Hamka.Soekarno marah karena isi buku tersebut
dianggap menentang kebijakannya. Selain dilarang terbit, majalah
Panji Masyarakat juga dilarang untuk dibaca,dilarang untuk disimpan, dan dilarang keras untuk menyiarkan buku tersebut. Dan barang siapa yang tidak mengindahkan larangan itu diancam hukuman berat. Padahal “Demokrasi Kita” merupakan hasil pikiran brilian salah seorang Proklamator kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Dua sahabat yang begitu akrab, sama-sama pejuang, sama-sama bertyjuan untuk menjadikan Indonesia negeri yang adil dan makmur. Tiba-tiba berpisah karena berbeda pandangan, antara lain tentang revolusi. Bung Hatta menganggap kalau setelah Proklamasi kemerdekaan revolusi Indonesia sudah selesai. Tugas selanjutnya adalah mengisi kemerdekaan dengan pembangunan ekonomi. Bung Karno menganggap revolusi belum selesai selama masih ada Kolonialisme dan Imperialisme di bumi Indonesia. “Dwi Tunggal” yang mengkristal ketika memproklamasikan kemerdekaan itu tiba-tiba pecah. Hatta tidak menentang Soekarno secara frontal, tetapi pergi dari sisinya demi persatuan nasional. Padahal persatuan itu masih tampak nyata ketika Soekarno menyeru kepada rakyat Indonesia: “Ikut MUSO dengan PKI-nya yang akan membuat bangkrutnya cita-cita Indonesia merdeka, atau ikut Soekarno-Hatta yang Insya Allah, dengan bantuan Tuhan, akan memimpin Negara Indonesia yang merdeka, tidak dijajah oleh Negara manapun juga.”
Dan tentu saja rakyat memilih Soekarno-Hatta. kala itu, September 1984, ketika terjadi pemberontakan PKI-Madiun yang dipimpin Muso. Tetapi cerita selanjutnya Bung Karno lebih condong ke “kiri”, sedang Hatta tidak.Bung Hatta kemudian melepaskan jabatan wakil presiden (1956) ketika tidak sejalan lagi dengan Bung Karno. Mundurnya Hatta membuka jalan lampang bagi lahirnya Demokrasi terpimpin yang sesuai dengan pandangan Soekarno. Mereka memang berpisah, tapi secara pribadi keduanya berhubungan baik. Kabarnya Bung Hatta masih sering berkirim surat dengan Bung Karno dan mengingatkan agar tidak terlalu condong ke “kiri”. Putera-puteri Bung Karno dan Bung Hatta pun tetap berhubungan baik.
Mohammad Hatta sebagai “Bapak Koperasi”, memang berbeda dengan Bung Karno baik dari segi pemikiran mapun penampilan.Namun satu hal yang tidak berbeda, yaitu keduanya sama-sama ingin Indonesia yang bersatu adil dan makmur.
Koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia adalah cita-cita Bung Hatta yang mungkin tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan. Menurut Bung Hatta “asas kekeluargaan” yang dicantumkan dalam pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 itu ialah koperasi. “asas kekeluargaan itu ialah istilah taman siswa untuk menunjukan bagaimana guru dan murid hidub sebagai satu keluarga. Hubungan antara anggota koperasi satu sama lain harus mencerminkan orang-orang yang bersaudara, satu keluarga. Rasa solidaritas dipupuk dan diperkuat.Anggota dididik agar menjadi orang yang mempunyai Individualita, insyaf akan harga dirinya. Individualita pun sangat berbeda dengan Individualisme. Individualisme adalah sikap yang mengutamakan kepentingan diri sendiri dan mengutamakan kepentingan sendiri dari orang lain. Sedangkan Individualita ialah sikap dimana seseorang menjadi anggota koperasi –sebagai pembela dan pejuang yang giat bagi lembaganya. Bung Hatta mengataka bahwa usaha koperasi dibidang apapun digunakan untuk menanam kemauan dan kepercayaan diri sendiri dalam persekutuan, untuk melaksanakan self-help dan auto-aktivitas guna kepentingan bersama.
Mohammad Hatta sendiri lahir di Aur Tanjung, Mandiangin, Bukitinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1912. Ia lahir saat fajar muncul di ufuk timur, ketika azan baru dikumandangkan di masjid-masjid dan surau-surau di Bukitinggi. Kelak, Hatta memang menjadi salah satu fajar penerang bagi perjuangan menuju Indonesia merdeka. Tahun 1922- setelah menyelesaikan MULO-nya, Hatta melanjutkan sekolah di Rotterdam, Negeri Belanda. Awal perjuangan untuk kemerdekaan, Bangsanya mulai dimantapkan ketika ia memimpin perhimpunan Indonesia (PI) di Belanda.Karena dituduh subversive, bersama aktivitas lain seperti Ali Sostroamidjojo,Nazir Pamuntjak, dan Abdul Madjid Dojoadiningrat,Hatta ditangkap dan diadili pada 22 maret 1928. Tapi mereka dibebaskan dari segala tuduhan. Setelah 11 tahun berada di negeri Belanda, Hatta kembali ke Indonesia. Pada tanggal 8 Desember 1942, dalam rapat umum di Lapangan Ikada, Jakarta, Hatta diminta berpidato. Ada ucapannya yang mengejutkan dan menyentakkan kesadaran setiap orang yang mendengarkan:”Bagi pemuda Indonesia, Ia lebih suka melihat Indonesia tenggelam ke dasar lautan dari pada memilikinya sebagai jajahan orang kembali.” Ucapa itu memang diluar control penjajah jepang. Setelah melewati perjuangan yang panjang dan berliku, Bung Hatta serta Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. sejak saat itu Soekarno-Hatta bersama-sama sebagai “Dwi Tunggal” lambing persatuan bangsa. Apalagi setelah Hatta menjadi wakil presiden, DAN Soekarno sebagai presiden RI. “Dwi Tunggal” retak pada tahun 1956, ketika keduanya berselisih paham tentang revolusi dan demokrasi.
Bung Hatta wafat pada 17 maret 1980 pada usia 78 tahun. Indonesia menangis, putra terbaik dipanggil Allah ke sisi-Nya. Republik Indonesia sepeti kehilangan seorang bapak, dan sepanjang 4 kilometer menusia mengantarkan Bumg Hatta ke pemakaman Tanah Kusir. Ia tidak mau dimakamkan di tanah makam pahlawan agar selalu dekat dengan rakyat. Jutaan rakyat berduka. Bung Hatta seorang Muslim,tetapi sangat dicintai rakyat yang non-Muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar